Jumat, 15 Juni 2012

CERPEN


Berlatih menjadi bidadari
Oleh Nurul F. Huda

Telah datang seorang "pangeran" dalam hidupku yang mengubah status saya menjadi seorang istri. Perubahan yang sampai saat ini masih terasa gamang, karena menuntut banyak perubahan yang lain. Segala urusan rumah tangga harus saya tangani: dari yang sepele, seperti menyediakan minum, sampai yang saya tidak suka, mencuci. Iya lho. Saat masih sendiri saja, saya ogah-ogahan. Pertama kali saya mencucikan bajunya, saya merasa terbebani. Tapi sekarang, jika dua hari tidak mencuci, bisa-bisa suami saya ke kantor dengan baju yang tidak sedap dilihat. Maklum, seragam dari PT cuma dua stel dan kerjanya 12 jam!

Alhamdulillah, saya mulai menikmati pekerjaan yang lain. Memasak dan bersih-bersih misalnya. Saya hanya mencoba berpikir tentang sosok Fatimah Az Zahra, sambil menyemangati diri bahwa ini ibadah. Ada konteks amanah dan amal di sana. Maka bismillah, dan saya pun mencuci, memasak, bersih-bersih... begitu seterusnya. Hal lain yang ingin saya bahas lebih panjang adalah soal kekuasaan suami yang baru saya sadari memang besar. Seorang teman laki-laki yang sudah saya anggap adik kandung selama ini kami biasa ngobrol, diskusi dan tukar hadiah perlu minta izin pada suami saya untuk sekedar bicara pada saya. Di akhir pembicaraan ia berpesan, "Sekarang aku nggak bisa seenaknya menemuimu. Yah, but I'm still your little brother.. little brother. That's all' Apa-apaan ini? Bukankah selama ini dia memang adik saya? Tapi rasanya dia ingin
mengatakan, kamu punya sesorang yang more than just brother, yang lebih berhak atasmu. Seketika itu saya mulai merasa kehilangan.

Di saat lain Abah saya berpesan, bahwa meskipun penghasilan saya adalah hak saya sepenuhnya, tetaplah minta izin dalam penggunaannya.'Meski saya gunakan untuk keluarga (saya)? kejar saya waktu itu. Abah mengangguk, "Ya. Meskipun uang itu kamu berikan kepada kami ... ..Satu hal lagi yang paling membuat saya sadar betapa posisi suami saya luar biasa adalah ketika perpisahan di stasiun, saat kami hendak menempuh jarak Jakarta-Batam. Abah memberikan sejumlah uang. Saya ingin memberikan uang ini pada anak saya, boleh?"tanya Abah. Suami saya tidak bisa berkata lain kecuali mengangguk. Bayangkan! Memberi uang saja Abah minta izin dulu. Seketika saya berpikir, kalau Abah saja, yang selama ini bukan hanya ayah, tapi juga guru saya, menghargai keberadaan suami saya seperti itu... apalah lagi saya? Sungguh,
itu bukan hal yang mudah saya telan. Saya harus mengunyahnya pelan-pelan, menelan sedikit-sedikit dengan sesekali nyangkut di tenggorokan, dan terkadang dengan rasa pahit ketika melewati kerongkongan. Kadang timbul pikiran nakal, kenapa Allah menganugerahkan "kekuasaan" pada laki-laki sekaligus sense" kekuasaan" itu sendiri?

Ah, saya seorang muslimah. Bukankah ketika saya berharap ridho-Nya, saya harus melewati ridho suami? Lagi-lagi saya harus menyemangati diri bahwa ketaatan saya padanya adalah bagian dari ketaatan saya padaNya. Apalagi dia, insya Allah, datang benar-benar karena kekuasaan-Nya dari hasil istikharah saya berdasarkan dua hal, akhlaq dan agama. Dan "kekuasaan" itu pun mulai saya rasakan sekarang. Suami saya anak pertama plus ketua di beberapa lembaga dakwah. Menurut saya, dia punya kecenderungan otoriter yang besar. Bukan hanya gayanya, tapi juga caranya. Saya juga anak pertama dan mantan ketua di beberapa kali kepengurusan lembaga dakwah. Wajar kalau sering keluar bandelnya.Ngeyelan istilah orang Jawa. Tapi ujung-ujungnya saya cium tangannya dan bilang, Mas harus maklum dong. Dede' kan terbiasa jadi leader, dan anak buah Dede' banyak yang laki-laki. Eh, sekarang Dede' harus menurut pada seorang laki-laki.". Tentu saja dengan nada merayu dan merajuk. Biasanya dia hanya tersenyum dan geleng-geleng kepala. (Maklumlah, dengan Abah pun saya biasa diskusi, bargaining, bukan "diperintah". Juga sparing partner yang kebanyakan putra. Eh, tennyata  sekian tahun melanglang buana di berbagai lembaga dakwah kampus... saya
belum pernah sekalipun bergabung di bidang keputrian. Lengkaplah sudah fasilitas saya untuk merasa sejajar dengan pria)

Ternyata Allah mempertemukan saya dengan seseorang yang membuat saya melihat
dengan mata hati, perasaan, bukan sekedar rasionalitas dan sentimen keperempuanan saya. Suami saya menyuruh saya mengubah penampilan: jilbab yang saya pakai diperbesar. Kondisi Batam beda dengan Yogya, De: Ha?! Bahkan untuk urusan sekecil ini pun harus diatur? Tapi toh akhirnya saya menurut juga. Apalagi ketika dia menjelaskan bahwa dia hanya tidak ingin ada sesuatu yang tidak mengenakkan menimpa saya di sana. Deu, jadi terharu. Suami saya menyuruh mengurangi ketawa-ketiwi (yang saya memang hobby). Dede' sudah ummahat lho. Jaga wibawalah. Aduuh... emangnya ummahat nggak boleh ketawa-ketiwi, ya? Pun soal interaksi dengan non mahram (saya terhitung moderat untuk urusan satu ini). Bukan hanya dengan "adik-adik" saya, tapi juga partner kerja dalam kepenulisan maupun organisasi. Ada lagi. Soal identitas diri. Di beberapa hari usia pernikahan kami, saya selalu bilang, 'Aku tetap Nurul F Huda, hukan Nyonya Purwanto.Ya... selama ini saya merasa cukup yakin membangun eksistensi. Tapi begitu tiba di Batam, setiapkali bertemu teman baru, ujung-ujungnya, 'Ini lho istrinya Pak Pur!"(meski saya sudah menyebutkan "nama beken" saya!) Begitulah sampai saat ini. Eh, lagi-lagi saya mulai menyukainya. Apalagi rasa-rasanya buku saya lebih laku di Batam karena menikah dengannya.

Anak buahnya di Majelis Ta'lim ternyata punya sentimen terhadap istri "bapaknya". Jadi ketika sekarang ini saya dikenalkan dengan orang, 'Ini mbak Nurul..'dan orang menyahut dengan,'Oo..Mbak Nurulnya Pak Pur?"saya akan tersenyum sampai ke dalam relung hati saya. Suami saya juga seorang supporter yang luar biasa. Dia yang  mengejar-ngejar saya untuk menulis lagi. Yah, sejak menikah saya memang agak pemalas. Entah kenapa. Ayo... kok nggak produktif De; bukunya di Counter Fatahillah udah habis, (dia memang sering ngecek kalau mampir ke Plaza Batamindo, di daerah Muka Kuning, tempat dia kerja). Juli mau cetak ulang, lho (buku saya terbit April lalu). Wah, laris juga ya. Ayo dong FLP-nya diurusin, telpon lah ke Riau (FLP Batam memang macet, dan salah satu orientasi dia menikah dengan saya memang  menghidupkan dakwah tulisan di Batam, lewat FLP terutama). Katanya mau release di sini, ntar tak bantuin acaranya dan nyari sponsor deh. Gimana Dede' ini.. skripsinya kok
nggak selesai-selesai (terutama kalau saya sudah mulai "lupa" dan hanya ribut soal naskah). Nah, tulisan ini adalah hasil paksaan dia. Ya... saya harus belajar menulis sesuatu yang lain, bukan? Selain cerita seperti yang selama ini saya lakukan. Tapi saya pikir-pikir.. jangan-jangan itu juga bagian dari bentuk nyata praktek"kekuasaannya?':
Herannya, saya susah untuk menolak, tuh. Kenapa ya? Lalu saya mencoba mencari sebabnya. Perasaan. Ya, kekuatan itulah yang berhasil memaksa saya menjadi orang yang menurut, mau diatur, tidak banyak menolak... de el el. Perasaan bahwa dia adalah orang terdekat saya, bahwa apa yang dia lakukan adalah bentuk pengejewantahan rasa tanggungjawab dan cintanya pada saya. Perasaan saya juga yang mengatakan tidak ada yang dia inginkan selain kebaikan buat saya.

Begitulah. Ah, saya jadi ingat 'adik' saya, Aga itu, "Kamu tuh sebetulnya ngeyelan juga, Mbak Tapi.. apa perempuan begitu ya? Dia akan mengalah pada orang yang dekat dengannya (berhasil mendekatinya). " Yah... barangkali itulah yang sekarang terjadi pada saya. Saya sedang benar-benar jadi perempuan. Dia memang hampir tidak pernah memuji saya, tapi saya tahu dia bangga pada saya. Belakangan dia suka keceplosan cerita saat bicara dengan teman-temannya. Wah, Bidadarinya sukanya warna biru.. enak lho, ada sarapan dan seorang Bidadari yang menemani Sekarang bukan bayangan Bidadari, tapi sudah jadi Bidadari. Dia juga belum pernah bilang I love you. Tapi saya yakin dia care. Yah, meski saya agak kesal karena dia belum juga menamatkan buku 'Bayangan bidadari' yang saya hadiahkan saat kami menikah. Tapi itulah suami saya.
Dan saya harus mengakui...,banyak hal dari makhluk Allah yang satu ini yang membuat saya merasakan arti hidup dan kesyukuran. Sesuatu yang seperti saya sebutkan di atas, membuat saya merasa dekat dengannya.

Suamiku, pangeranku, ajari aku untuk menjadi benar-benar bidadarimu, bukan hanya di dunia, tapi juga di akhirat kelak. Karena sekali lagi... Dede' benar-benar baru belajar untuk menjadi seorang istri. Lebih-lebih istri yang barangkali terbayang dalam benak Mas selama ini.


1 komentar:

  1. Casino Guru Review: Betfair No Deposit Bonus (2021)
    Claim your exclusive 트위치룰렛 Bonus of 20x your deposit 브라 벗기 미션 as a deposit for 러시안 룰렛 가사 the casino, read our 야구 분석 review and decide to try 마틴배팅 our Betfair casino!

    BalasHapus