Rabu, 06 Juni 2012

TEORI BERPIKIR


A. Pengertian Berpikir Kreatif
                                                                                                                    1. Pengertian Berpikir
       Beberapa ahli pendidikan memberikan pengertian tentang berpikir. Suryasubrata (1990: 54) berpendapat bahwa berpikir merupakan proses yang dinamis yang dapat dilukiskan menurut proses dan jalannya. Selain itu, Resnick (Ho dan Fook, 1999) menyatakan bahwa berpikir adalah suatu proses yang melibatkan operasi mental seperti klasifikasi, induksi, deduksi, dan penalaran. Senada dengan Resnick, menurut Ibrahim dan Nur (2000: 8)pengertian berpikir adalah kemampuan untuk menganalisis, mengkritik, dan mencapai kesimpulan berdasarkan pada inferensi, atau pertimbangan yang seksama. Berarti kemampuan menganalisis, mengkritik dan mencapai suatu kesimpulan selalu berdasarkan inferensi atau judgement, dengan demikian berpikir merupakan proses yang kompleks dan non-algoritmik.
Dalam kaitannya dengan proses yang terjadi pada saat berpikir, Marpaung (Budiarto dan Hartono, 2002: 481) memberikan gambaran bahwa proses berpikir merupakan proses untuk memperoleh informasi (dari luar atau diri siswa), pengolahan, penyimpanan dan memanggil kembali informasi dari ingatan siswa. Dengan demikian dapat dikatakan, pada prinsipnya proses berpikir meliputi tiga langkah pokok yaitu pembentukan pengertian, pembentukan pendapat, dan penarikan kesimpulan.
Setelah dibahas pengertian berpikir, selanjutnya akan dibahas bagaimana proses berpikir matematik. Berpikir dalam matematika erat kaitannya dengan daya matematik. Istilah daya matematik mengandung arti kemampuan atau kekuatan seseorang yang berkaitan dengan karakteristik matematika. Berbicara tentang karakteristik matematika, masing-masing orang akan memberikan penafsiran yang berbeda-beda bergantung pada pengetahuan dan pengalaman masing-masing.
Matematika dikenal sebagai ilmu yang deduktif aksiomatik, berarti sifatnya yang menekankan pada proses deduktif yang memerlukan penalaran logis dan aksiomatik, yang dimulai dari aksioma, definisi, kemudian melahirkan teorema-teorema. Matematika dalam proses pengembangannya mungkin diawali dengan proses induktif meliputi penyusunan konjektur, model matematika, analogi dan generalisasi, melalui pengamatan terhadap sejumlah data. Karakteristik berikutnya, matematika dikenal sebagai ilmu yang terstruktur secara sistematis, artinya konsep-konsep matematika tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai konsep yang paling kompleks.
Memperhatikan karakteristik matematika di atas, secara umum daya matematik dapat diartikan sebagai kemampuan berpikir matematik atau kemampuan melaksanakan kegiatan dan proses atau tugas matematik. Ditinjau dari kedalaman atau kekompleksan kegiatan matematik, daya matematik dapat digolongkan dalam dua jenis yaitu berpikir tingkat rendah (lower-order thinking) dan berpikir tingkat tinggi (higher-order thinking) (Web dan Coxford, 1993). Berikut ini merupakan uraian dari masing-masing istilah tersebut.

a. Berpikir Tingkat Rendah
Bloom (Ruseffendi, 1991: 200) mengemukakan bahwa berpikir tingkat rendah meliputi tiga aspek pertama dari ranah kognitif yaitu aspek pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), dan aplikasi (application). Selanjutnya Ruseffendi (1991) memberikan penjelasan kepada masing-masing aspek tersebut yaitu pengetahuan berkenaan dengan hapalan dan ingatan, misalnya hapal atau ingat tentang simbol, istilah, fakta, konsep, definisi, dalil, prosedur, pendekatan, dan metode. Pemahaman berhubungan dengan penguasaan atau mengerti tentang sesuatu tetapi tahap pengertiannya masih rendah, misalnya mengubah informasi ke dalam bentuk paralel yang lebih bermakna, memberikan interpretasi, semua itu dilakukan atas perintah. Pemahaman ada tiga macam yaitu pengubahan (translation), pemberian arti (interpretation), dan pembuatan ekstrapolasi (extrapolation). Aplikasi adalah kemampuan siswa menggunakan apa yang diperolehnya dalam situasi khusus yang baru dan konkrit.
Pendapat lain mengenai berpikir tingkat rendah, Marzano (1994) berpendapat bahwa yang dimaksud berpikir tingkat rendah meliputi aspek mengingat, memfokuskan, dan mengumpulkan informasi. Aspek berpikir tingkat rendah menurut pendapat Bloom dan Marzano terdapat kemiripan satu sama lain.
Selain dua pendapat di atas, Webb dan Coxford (1993) memberikan pengertian bahwa yang dimaksud berpikir tingkat rendah yaitu meliputi operasi hitung sederhana, menerapkan rumus matematika secara langsung, mengikuti prosedur (algoritma baku).
Meskipun ketiga pendapat di atas memberikan pengertian tentang berpikir tingkat rendah berbeda secara redaksional, namun mengandung makna yang sejalan yaitu sama-sama proses berpikir tingkat rendah yang erat kaitannya dengan soal-soal rutin.

b. Berpikir Tingkat Tinggi
Berbicara mengenai berpikir tingkat tinggi, para ahli mempunyai pandangan yang berbeda-beda. Meskipun berbeda pendapat, tetapi para ahli setuju bahwa berpikir tingkat tinggi berarti kapasitas untuk berada pada tingkat yang lebih tinggi dari informasi yang ada, mengevaluasi, mempunyai kesadaran metakognitif dan mempunyai kemampuan pemecahan masalah. Pemikiran kritis, kreatif, dan konstruktif tidak dapat dipisahkan dari berpikir tingkat tinggi.
Ruseffendi (1991: 220) mengemukakan bahwa tiga ranah kognitif terakhir dari Bloom yaitu aspek analisis, sintesis dan evaluasi, termasuk pada aspek berpikir tingkat. Lebih jauh Ruseffendi (1991, 222) memaparkan masing-masing aspek tersebut. Menganalisis adalah kemampuan memisahkan materi ke dalam bagian-bagian yang perlu, mencari hubungan antara bagian-bagian, mampu melihat komponen-komponan, bagaimana komponen-komponen itu berhubungan dan terorganisasikan, kemampuan menyelesaikan soal-soal yang tidak rutin. Selanjutnya yang dimaksud sisntesis adalah kemampuan bekerja dengan bagian-bagiannya, unsur-unsurnya dan menyusun menjadi suatu kebulatan baru seperti pola dan struktur. Aspek terakhir adalah evaluasi, merupakan aspek yang meliputi aspek-aspek sebelumnya.
Sedangkan menurut Marzano (1994) berpikir tingkat tinggi meliputi aspek-aspek mengorganisasi, membangun (generating), menginvestigasi dan mengevaluasi. Bloom dan Marzano memiliki pandangan yang sejalan, terdapat beberapa kesamaan yaitu aspek generalisasi dan integrasi dari Marzano sama dengan aspek sintesis dari Bloom. Jadi dapat dikatakan bahwa berpikir tingkat tinggi berarti berpikir dengan mengambil beberapa tahap yang lebih tinggi dari hierarki proses kognitif.
Pendapat lain tentang berpikir tingkat tinggi diungkapkan oleh Ibrahim dan Nur (2000: 8)yang menjelaskan bahwa karekteristik berpikir tingkat tinggi adalah non-algoritmik yaitu alur tindakan yang tidak sepenuhnya dapat ditetapkan sebelumnya, cenderung kompleks, seringkali menghasilkan banyak solusi, melibatkan pertimbangan dan interpretasi, serta aktivitas mental yang tinggi.
Lebih luas lagi Webb dan Coxford (1983) memberikan pengertian tentang berpikir tingkat tinggi meliputi memahami ide matematika secara lebih mendalam, mengamati data dan menggali ide yang tersirat, menyusun konjektur, analogi dan generalisasi, menalar secara logis, menyelesaikan masalah, komunikasi secara matematika, dan mengaitkan ide matematika dengan kegiatan intelektual lainnya.
Keterkaitan antara berpikir tingkat tinggi dan pelajaran matematika dijelaskan oleh Romberg (Chair, 1993) dengan menyatakan bahwa diantara aspek berpikir tingkat tinggi dalam matematika yang penting adalah pemecahan masalah matematik dan koneksi matematik. Dalam menyelesaikan masalah matematik tidak cukup dengan melakukan perhitungan rutin, melainkan harus menggunakan penalaran yang logis, demikian pula dalam menyelesaikan masalah yang menyangkut aspek koneksi matematik, siswa harus mempunyai wawasan yang luas untuk melihat keterkaitan matematika dengan ilmu lain.

2. Kemampuan Berpikir Kreatif
a. Berpikir Kreatif
Sebelum kita membahas berpikir kreatif, perlu kita ketahui fungsi otak manusia. Otak manusia secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yaitu otak kiri dan otak kanan. Otak kiri dan otak kanan mempunyai fungsi yang berbeda, namun saling terkait. Fungsi otak kiri sebagai sumber logika sedangkan otak kanan sebagai sumber perasaan spiritual (Nurhalim, S.M. 2003. 39). Pendidikan pada umumnya banyak mengasah fungsi otak kiri. Ketidakseimbangan kedua fungsi otak tersebut berdampak kepada proses pendidikan yang menguatnya aspek kognitif tetapi berkurangnya perasaan. Perasaan merupakan komponen dalam kemampuan berpikir kreatif (kreativitas) yang sangat penting. Masalahnya adalah menguatnya aspek kognitif tanpa disertai dengan meningkatnya kemampuan berpikir kreatif tidak cukup untuk berkompetisi di era global, karena tantangan dalam hidup ini tidak cukup diselesaikan dengan kemampuan kognitif saja, melainkan diperlukan pemikiran yang kreatif. Oleh karena itu dalam pendidikan perlu keseimbangan antara pengembangan berpikir kreatif yang merupakan dominasi otak kanan, dan kemampuan kognitif adalah fungsi otak kiri. Fungsi kedua bagian otak adalah seperti pada Tabel 2.1.
Kreativitas artinya daya cipta. Daya cipta sebagai kemampuan untuk menciptakan hal-hal yang sama sekali baru adalah hal yang hampir tidak mungkin, oleh karena itu kreativitas merupakan gabungan (kombinasi) dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya. Sehingga Munandar (1999:47) mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada.
Tabel 2.1. Fungsi Otak Kiri dan Otak Kanan Manusia
Otak kiri Otak kanan
Logis / rasional Imajinatif
Sekuensial/sistematis Acak/tidak beraturan
Linear Intuitif
Analitis Holistik
Matematis Sintesis
Teknis Perasaan
Konservatif Kesadaran spasial
Perencanaan Pengenalan bentuk / pola
Organization Musik/seni
Administratif Kepekaan warna
Pemecahan masalah Kreasi/daya cipta
Bahasa Visualisasi
Konseptor
Spiritual
Sumber: Nurhalim, S.M, 2003: 40.

Ditinjau dari cara berpikir, kreativitas adalah kemampuan yang berdasarkan pada data atau informasi yang tersedia, untuk menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, di mana penekanannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban (Munandar, 1999: 48). Dari pendapat ini makin banyak kemungkinan jawaban yang diberikan terhadap suatu masalah makin kreatiflah seseorang. Tentu saja jawaban-jawaban itu harus sesuai dengan masalahnya. Jadi tidak semata-mata banyaknya jawaban yang diberikan untuk menentukan kreativitas seseorang, tetapi juga mutu atau kualitas jawabannya.
Selanjutnya Munandar (1999: 50) mengemukakan bahwa, kreativitas dapat dirumuskan sebagai kemampuan yang mencerminkan aspek-aspek kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci) suatu gagasan.

1 komentar: